Menghargai Diri dengan Masturbasi


Masturbasi sering dianggap dosa dan merusak tubuh karena bisa menyebabkan banyak penyakit yang sifatnya menetap. Contohnya, hilangnya kemampuan melihat, melemahkan susunan urat saraf, perkembangan kelamin menjadi abnormal, mendatangkan penyakit buah pelir, tulang belakang lemah, sperma encer, susah punya anak, badan jadi lemah, dan kurus hingga memengaruhi kemampuan otak.

Namun, di negara-negara Barat, anggapan bahwa masturbasi merugikan sudah lama ditepis. Betty Dodson, edukator seks dan guru masturbasi dari Amerika Serikat, berpendapat bahwa masturbasi merupakan perilaku dan inti dari citra seksual diri kita sendiri. “Masturbasi merupakan bentuk pertama dari ekspresi seksual,” sebut Dodson dalam buku Sex for One: The Joy of Selfloving. “Masturbasi bisa membuat kita mandiri seumur hidup,” tambahnya.

Menurutnya, masturbasi merupakan cara bagi kita untuk belajar sendiri mengenai respons seksual. Keterampilan belajar ini disebut sexual skill. Seperti yang lain, keterampilan seksual itu harus dipelajari dan dilakukan untuk dinikmati.

“Ini merupakan kesempatan bagi kita menemukan fisik dan nalar kita untuk semua rahasia seksual yang kita sembunyikan dari diri sendiri. Apakah ada cara lebih baik untuk menikmati kreativitas seksual selain dengan masturbasi? Dengan masturbasi, kita merasakan perasaan lepas karena tidak usah memenuhi standar atau memuaskan pasangan dalam menikmati seks atau takut dikritik dan ditolak,” kata Dodson.

Dodson tidak sendirian dalam mengemukakan pendapatnya soal peran penting masturbasi dalam kehidupan manusia. Menurut para ahli, banyak dari kita mulai menemukan seks sejak kecil lewat masturbasi. Anak balita sudah mulai meneliti alat kelamin mereka.

“Orangtua harus bijaksana menghadapinya. Bila mereka melarang begitu saja, ketika sang anak beranjak remaja dan dewasa akan kesulitan dengan fungsi seksualnya karena merasa ‘kotor’ dengan diri sendiri. Kalau itu terjadi, bagaimana dia bisa menikmati seks dengan pasangannya kelak ketika menikah,” kata Lianny Hendranata, penulis buku Seksualitas Tombol Ajaib Menuju Kebahagiaan.

Perasaan “kotor” dengan diri sendiri itu bisa memengaruhi citra diri dan bagaimana cara pandang terhadap diri sendiri. Bisa jadi kita bisa benci dengan diri sendiri. Seperti diungkapkan Nancy Friday dalam bukunya The Power of Beauty, benci pada diri sendiri mengakibatkan tingkah laku negatif terhadap kemaluan sendiri. Padahal, pendapat kita mengenai kemaluan itu merupakan gambaran sentral mengenai keseluruhan diri kita.

Pandangan buruk mengenai diri kita itu akan meminta orang lain untuk melihatnya buruk pula. “Secara tidak sadar kamera citra diri kita itu menyimpan gambaran bahwa ada yang jelek untuk dilihat di antara dua paha kita dan kita malu memandangnya di cermin. Pandangan jelek pada kemaluan itu diproyeksikan ke bagian tubuh lain, seperti hidung, kaki, dan semuanya. Terjadilah koreksi diri yang diekspresikan lewat ketidakpuasan terhadap diri sendiri,” papar Lianny.(Kompas,Selasa, 18/5/2010)