Risin dari Biji Jarak Pagar : Senjata Biologis Yang Mematikan

tanaman jarak pagar
 Castor bean atau biji kasturi yang sering disebut sebagai jarak pagar dengan nama latin Ricinus comunis, ternyata mengandung racun yang sangat berbahaya bagi manusia. Racun yang terkandung disebut ricin yang sangat berbahaya bagi manusia. Walaupun minyak jarak digunakan sebagai bahan tambahan makanan dalam permen dan coklat. Namun demikian kita tidak pernah keracunan, karena ricin yang terkadung dalam biji jarak ketika diekstraksi untuk memperoleh minyaknya, molekul ricin tidak bercampur dengan dengan minyak sehingga terbuang sebagai hasil samping.

Jumlah 500 mikrogram (1 mikrogram = satu per sejuta gram) risin atau hanya sebesar ujung peniti sudah cukup untuk membuat manusia menemui kematiannya. Kemampuannya ini membuat risin menjadi zat bioteroris yang ditakuti. Namun di sisi lain, kemampuan potensialnya membunuh sel menjadi harapan bagi pengembangan teknik penyembuhan penyakit seperti tumor, kerusakan sumsum tulang, dan AIDS.


Risin merupakan suatu protein globular dengan bobot molekul 66 kDa (kilo dalton) tersusun atas dua buah rantai yang saling berhubungan, yaitu rantai A (32 kDa) dan rantai B (32 kDa). Kedua rantai penyusun risin adalah suatu glikoprotein, protein yang mengikat gugus karbohidrat manosa. Keduanya secara kovalen dihubungkan oleh jembatan disulfida. Ditinjau dari segi fungsinya, kedua rantai penyusun risin berbeda satu sama lain. Rantai A memiliki aktivitas toksik karena dapat menghambat sintesis protein. Sedangkan rantai B berfungsi mengikat reseptor permukaan sel yang mengandung galaktosa.

molekul risin
Gejala yang ditimbulkan risin cukup beragam bergantung pada jalur masuk molekul ini ke dalam tubuh. Gejala yang timbul apabila kita terpapar risin melalui jalur udara (pernafasan) adalah batuk, kesulitan bernafas, demam, mual, muntah, kulit berwarna kebiru-biruan, dan tekanan darah rendah. Penurunan tekanan darah yang sangat rendah dapat membuat kegagalan pernafasan dan menyebabkan kematian.

Terpapar risin melalui jalur pencernaan (mulut) akan mengakibatkan muntah dan diare yang disertai darah, kemungkinan lainnya, tubuh akan mengalami dehidrasi, diikuti dengan tekanan darah rendah. Gejala lainnya termasuk kejang, air seni berdarah dan dalam beberapa hari, hati, limpa, dan ginjal orang itu kemungkinan berhenti bekerja, menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi  dalam kurun 72 jam sejak orang keracunan risin. Bahkan kalaupun bertahan, orang bisa mengalami kegagalan organ jangka panjang dan masalah kesehatan lainnya.

Sedangkan apabila bubuk risin mengenai mata dan kulit, maka akan menimbulkan mata merah dan rasa sakit pada mata dan kulit.

Walaupun risin termasuk ke dalam kelompok protein, ia berbeda dengan protein kebanyakan, risin bukan sembarang protein karena risin adalah protein beracun. Daya racunnya sanggup membunuh manusia, hewan, dan serangga dalam beberapa jam saja. Ini menjadikan risin sebagai sumber yang potensial untuk pembuatan senjata biologis.

Risin pertama kali ditemukan oleh Stillmark pada tahun 1888 ketika sedang melakukan uji coba ekstrak biji kastroli (castrol bean) pada sel darah merah. Hasil uji cobanya saat itu menunjukkan bahwa ekstrak biji tersebut sanggup menggumpalkan sel darah merah. Pada saat itu, Stillmark tidak mengetahui ada apa di balik semua itu. Namun kini kita mengetahui bahwa yang berperan dalam penggumpalan sel darah merah tersebut adalah suatu protein enzim yang dikenal sebagai risin.
  
Daya Racun Risin (Toksisitas)

Uji coba laboratorium menggunakan hewan model menunjukkan bahwa dosis 3-5 µg (mikrogram) risin /kg berat badan (bb) apabila dihirup dalam waktu 60 jam dapat membunuh setengah dari populasi hewan coba (LD50).

Pada manusia, 500 µg risin dapat menimbulkan kematian setelah 36-72 jam. Oleh karena itu, risin dimanfaatkan oleh teroris untuk menebar ancaman. Sebagai contoh pada tahun 1978, seorang jurnalis asal Bulgaria, Georgi Markov yang tinggal di London tewas karena tusukan payung yang telah dibubuhi risin. Selain itu, bubuk risin diduga pernah digunakan pada masa perang Irak-Iran pada era tahun 1980-an.

Gejala yang ditimbulkan risin cukup beragam bergantung pada jalur masuk molekul ini ke dalam tubuh. Gejala yang timbul apabila kita terpapar risin melalui jalur udara (pernafasan) adalah batuk, kesulitan bernafas, demam, mual, muntah, kulit berwarna kebiru-biruan, dan tekanan darah rendah. Terpapar risin melalui jalur pencernaan (mulut) akan menimbulkan gejala awal seperti diarrhea, dehidrasi, tekanan darah rendah, halusinasi, dan darah dalam urin. Sedangkan apabila bubuk risin mengenai mata dan kulit, maka akan menimbulkan mata merah dan rasa sakit pada mata dan kulit.

Mekanisme Aksi Bioteroris risin

Mekanisme kerja risin dalam menghancurkan sel diawali dengan pengikatan rantai B risin kepada reseptor permukaan sel. Rantai B risin ini akan menempel pada molekul glikoprotein dan glikolipid yang merupakan senyawa penyusun membran sel. Sekitar 106 sampai 108 molekul risin dapat terikat pada setiap sel.

Selanjutnya, risin akan memasuki bagian dalam sel melalui mekanisme endositosis - peristiwa internalisasi zat asing oleh sel. Dari 106 sampai 108 molekul risin yang menempel pada permukaan sel, hanya satu molekul yang dapat masuk ke dalam sel target. Di dalam sel, rantai A dan B molekul risin akan terpisah. Rantai A yang bersifat toksik akan menginaktivasi pabrik pembuat protein, ribosom. Satu molekul risin yang masuk ke dalam sel sanggup menginaktivasi lebih dari 1.500 molekul ribosom per menit.

Lalu apa yang terjadi apabila ribosom menjadi tidak aktif? Jika saja ribosom tidak memiliki fungsi yang vital sebagai pabrik pembuat protein, tentu masalah yang ditimbulkan tidak akan terlalu besar. Tanpa adanya ribosom atau ribosom tidak aktif bekerja, maka ribuan protein yang dibutuhkan untuk kehidupan sel akan berhenti diproduksi. Dan akhirnya sel pun akan menemui ajalnya. Mekanisme aksi agen bioteroris ini dijelaskan pada gambar berikut :
mekanisme aksi risin
.
Perlindungan Terhadap Bahaya Risin

Sampai saat ini, obat yang efektif untuk mengatasi keracunan akibat risin pada manusia belum ditemukan. Namun, hasil penelitian menggunakan hewan coba menunjukkan bahwa pemberian antibodi antirisin (upaya perlindungan melalui imunisasi aktif) cukup efektif dalam melawan risin yang masuk ke dalam tubuh melalui udara. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian 3-5 µg zat kimia toksoid dengan atau tanpa disertai aluminum hidroksida terhadap tikus dan primata bukan manusia terbukti mampu melindungi hewan tersebut dari kematian akibat racun risin. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa toksoid terbukti aman digunakan pada hewan model ini.

Apa yang harus kita lakukan apabila kita terkena risin? Departemen Kesehatan dan Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit Amerika Serikat menyarankan beberapa tip. Pertama, segera menjauhi tempat bubuk risin disebar. Kedua, jika pakaian kita sempat terkontaminasi, secepat mungkin kita melepaskan pakaian tersebut dan membersihkan tubuh kita menggunakan sabun dan air. Apabila mata kita juga ikut terkena bubuk risin, segera kita mecuci mata dengan air minimal 10-15 menit. Selanjutnya, pakaian yang sudah terkontaminasi tadi segera dimasukkan ke dalam plastic tertutup. Upaya-upaya ini diharapkan dapat mengurangi kemungkinan kematian karena racun risin.

Risin Pun Bisa Untuk Tomor

Molekul risin ternyata tidak hanya menebar ancaman. Tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang kedokteran. Ini disebabkan oleh potensi risin yang cukup besar dalam terapi terhadap beberapa penyakit seperti tumor, kerusakan sumsum tulang, dan AIDS.

Dalam kaitannya dengan sel tumor, risin pertama kali diteliti pada tahun 1951. Untuk dapat membunuh sel target tertentu (misal sel tumor), para ahli memanfaatkan suatu molekul lain yang spesifik terhadap sel tumor tersebut. Molekul ini disebut antibodi. Antibodi dirancang sehingga hanya mengenali reseptor pada membran sel tumor. Antibodi spesifik sel tumor ini sebelumnya direaksikan dengan molekul risin atau bisa hanya mereaksikannya dengan rantai A molekul risin membentuk imunotoksin. Ketika terjadi proses endositosis, molekul risin akan ikut masuk ke dalam sel tumor. Di dalam sel ini, molekul risin diharapkan dapat berfungsi seperti saat bekerja pada sel yang sehat, yaitu menghambat produksi protein sel tumor dan akhirnya menyebabkan sel ini menjadi mati.



Tahap pembentukan imunotoksin dan mekanisme kerja dalam menghancurkan sel tumor.

Selain untuk terapi tumor, molekul risin juga memiliki potensi yang cukup besar dalam aplikasi kedokteran lainnya seperti transplantasi. Uji in vitro menunjukkan, imunotoksin terbukti secara sukses dapat menghancurkan sel limfosit T yang menghalangi upaya donor sumsum tulang kepada pasien yang memiliki kerusakan sumsum tulang. Selain itu, imunotoksin anti sel T juga mampu menghancurkan sel T yang berbahaya pada penderita penyakit leukemia (tumor darah putih). Pada tahun 1995, ilmuwan bernama De la Cruz dan koleganya berhasil menunjukkan bahwa risin juga dapat digunakan untuk studi fungsi otak manusia dan ini penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang biologi syaraf. Para ahli juga sedang meneliti kemungkinan efek potensial dari risin dalam mengatasi penyakit AIDS.

Risin memang bisa mematikan bila digunakan sebagai senjata bilogis tapi risin juga mempunyai manfaat bagi kesehatan, sehingga perlu penelitian lanjutan sehingga kemanfaatannya bisa dirasakan oleh kita.