Panduan Hidup Untuk Pasien Penyakit HIV / AIDS



Anda pasti pernah mendengar kata HIV dan AIDS. Bayangan Anda akan langsung tertuju pada sebuah gambaran penyakit yang menakutkan dan mematikan. Bayangan itu akan semakin kelam bila menimpa diri ataupun orang terdekat kita. Bukan hal yang mudah namun bukan hal yang mustahil untuk tetap fit dan beraktivitas seperti orang lain. Tetap semangat!

Beberapa estimasi telah dilakukan untuk memperkirakan jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia. Tahun 2002 diperkirakan ODHA sebanyak 90.000 sampai 130.000,tahun 2006 diperkirakan 190.000 sampai 210.000 dan tahun 2008 diperkirakan 270.000. Jadi bisa dilihat bahwa angkanya memang terus meningkat tajam.

Jika dibandingkan antara estimasi dengan jumlah kasus yang terlaporkan, jaraknya amat jauh. Jumlah kasus yang terlaporkan positif baru sekitar 30.000, artinya kemungkinan masih banyak sekali (lebih 200.000) orang yang belum mengetahui bahwa di dalam tubuhnya ada HIV. Tentu saja hal tersebut merugikan untuk dirinya dan masyarakat. Bila saja ODHA mengetahui tentang kondisi dirinya sejak dini maka sebenarnya terbuka peluang besar untuk terapi sebelum adanya infeksi oportunistik. Untuk masyarakat, jika seseorang diketahui HIV positif dapat diupayakan agar dia tak menularkan ke orang lain.

Peningkatan kasus baru HIV/ AIDS di Indonesia dipercepat oleh maraknya penggunaan narkoba suntik sejak tahun 2000, selain hubungan seksual yang tak aman. Selain itu penularan melalui ibu hamil HIV positif ke bayinya juga meningkat.

Virus Perusak
Human Immunodeficiency Virus (HIV) berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. HIV termasuk dalam golongan retrovirus, yaitu virus yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. HIV terkandung dalam cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, air susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah.

Prof. Dr. dr. Syamsurizal Djauzi, SpPD, KAI, FACP, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta, menguraikan bagaimana HIV menular. “Virus tersebut menular melalui melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. HIV juga bisa menular melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya. Itulah mengapa perlu melakukan uji darah akan HIV pada setiap darah yang diterima dari donor. Ibu hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui. Saat ini jalur utama penularan HIV adalah melalui pengunaan jarum suntik yang tidak steril. Semakin meningkatnya angka pengguna narkoba dengan jarum suntik maka risiko menggunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi semakin tinggi pula”

Ketika seseorang terinfeksi dengan HIV, antibodinya dihasilkan dalam jangka waktu 3-8 minggu. Tahap berikutnya sebelum antibodi tersebut dapat dideteksi dikenal sebagai tahap jendela” (window period). Infeksi HIV dapat diketahui melalui sebuah pengujian antibodi terhadap HIV. Pengujian dapat dilakukan dengan mengunakan sampel darah, air liur atau air kencing. Suatu hasil positif biasanya menuntut suatu tes konfirmasi lebih lanjut. Juga yang tak boleh dilupakan adalah pengujian HIV harus dilakukan disertai dengan bimbingan, baik sebelum – selama – dan sesudah didapatkan hasilnya.

Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase:

1. Infeksi utama (seroconversion), ketika kebanyakan pengidap HIV tidak menyadari dengan segera bahwa mereka telah terinfeksi.

2. Fase asimptomatik, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus tersebut tetap aktif.

3. Fase simptomatik, dimana seseorang mulai merasa kurang sehat dan mengalami infeksi-infeksi oportunistik yang disebabkan oleh bakteri dan virus-virus yang berada di sekitarnya sehari- hari.

4. AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah fase akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang dari 200.

Menurut Prof.Syamsu, AIDS bukanlah penyakit yang khusus, melainkan kumpulan dari sejumlah penyakit yang mempengaruhi tubuh dimana sistem kekebalan yang melemah tidak dapat merespons. Jadi, bagi penderita yang telah positif HIV maka akan mengalami AIDS jika kekebalan tubuh terus menurun. Hal tersebut dapat terjadi dalam kurun waktu 5-7 tahun. Tentunya proses itu pun tergantung dari jumlah virus yang ada. Makin banyak jumlah virus, maka semakin cepat positif AIDS. Selain itu, dengan adanya penyakit lain seperti panas tinggi, batuk dan pilek pun akan lebih mempercepat untuk terjadinya AIDS.

Terdapat dua cara pengujian yang tersedia dalam memonitor perkembangan HIV/AIDS:
• Pengujian CD4 adalah mengukur jumlah dari CD4 atau sel T-helper di dalam darah.
• Pengujian viral load adalah mengukur jumlah dari HIV di dalam darah dalam setiap ml darah. Semakin tinggi viral load maka semakin cepat pula perkembangannya ke AIDS.

Jika penderita memiliki CD4 kurang dari 200, maka akan positif HIV/AIDS. Bila masih di atas 200, maka hanya HIV saja dan belum AIDS. Testing dan konseling dapat dilakukan di rumah sakit bahkan juga di praktik pribadi dokter.

Tidak ada pengobatan untuk HIV atau AIDS. Prof. Syamsu mengatakan, “Jika seseorang telah positif HIV/AIDS, maka pengobatan yang dapat dilakukan hanyalah dengan menambah kekebalan tubuh dengan obat retroviral atau ARV.” Akan tetapi “hidup berdampingan” dengan kedua penyakit tersebut menjadi semakin dapat diatur. Sangatlah mungkin bagi pengidap HIV/AIDS dalam menjalani suatu hidup yang produktif dengan mengikuti suatu diet tinggi akan protein dan sehat, mengatur tingkat stres, mempraktikkan seks yang aman dengan mengunakan kondom, tidak minum air yang belum dimasak, moderasi dalam mengkonsumsi alkohol dan merokok, mencuci tangan (higienitas pribadi), memastikan kesejahteraan spiritual dan emosional, serta menghindari infeksi oportunistik sedini mungkin.

Seperti yang dijelaskan pula oleh Prof.Syamsu, bahwa pencegahan dapat dilakukan dengan perubahan perilaku, pencegahan dengan intervensi biomedik dan pemberdayaan. Pencegahan dengan upaya perubahan perilaku adalah yang terbaik dan juga termurah. Perilaku sehat akan mencegah penularan pada orang yang belum terinfeksi. Hal itu terutama ditekankan terhadap remaja dan anak sekolah. Meski upaya itu murah dan nampaknya sederhana yaitu mengganti perilaku lama yang berisiko (hubungan seks tak aman, menggunakan narkoba suntikan) dengan perilaku yang aman, namun pada kenyataannya keberhasilannya cukup bermakna.

Layanan obat ARV telah disediakan oleh pemerintah di lebih 200 rumah sakit di seluruh Indonesia. Dalam waktu dekat bahkan pemerintah akan memperbanyak lagi menjadi sekitar 400 rumah sakit sehingga setiap kabupaten dan kota akan ada layanan ARV. Pemerintah pun telah berkomitmen untuk mencegah HIV dan bagi yang sudah tertular disediakan obat gratis. Sekarang, tinggal masyarakat perlu aktif memanfaatkannya.