Yang Perlu Diketahui Tentang Muntah Darah



Pak Pram, 72 tahun, yang sebelumnya tampak sehat-sehat saja, suatu sore mendadak muntah darah. Tak ada satu petunjuk kalau ia akan sakit keras. Beberapa kali darah masih membuncah dari mulut selama perjalanan ke rumah sakit. Ia langsung masuk ICU. Ada apa dengan Pak Pram? Yang sama terjadi pada Tuan Iwan, baru 45 tahun. Sama keadaannya dengan Pak Mur, muntah darahnya tidak berhenti sampai tiba di rumah sakit. Ada apa pula dengan Tuan Iwan?

Dua kasus di atas sama gejalanya, namun belum tentu sama penyebabnya. Dan memang, setelah diperiksa untuk mencari penyebab di belakang muntah darahnya, ternyata berasal dari akar penyebab yang tidak sama. Dua-duanya benar mengidap kerusakan hati berat dengan satu akibat yang sama, yakni muntah darah.

“Cirrhosis” hati
Yang dialami kedua kasus di atas merupakan sebuah saja komplikasi akibat kerusakan organ hati atau liver. Dokter menemukan kerusakan hati pada kedua kasus ini. Organ hati sebagian besar sudah tidak berfungsi normal lagi. Jaringan hati sudah berubah sifat. Bukan lagi jaringan hati yang normal, melainkan sudah berubah menjadi jaringan ikat. Kita menyebutnya hati yang sudah cirrhosis.

Yang menjadi pertanyaan, apakah penyebab cirrhosis pada kedua kasus di atas memang sama. Untuk itu dokter perlu melacaknya. Selain pemeriksaan laboratorium, perlu dilakukan pemeriksaan patologi-anatomi (PA) untuk melihat jenis jaringan hati seperti apa persisnya. Maka, perlu mengambil serpihan jaringan dengan jarum khusus untuk diperiksa (biopsi hati).

Cirrhosis merupakan kondisi terakhir kerusakan hati oleh penyebab yang beragam. Mulai dari sebab kelainan hati bawaan sejak lahir, penyakit infeksi hati (hepatitis), keracunan obat-obatan, keracunan oleh bahan aflatoxin (kacang-kacangan, umbi-umbian busuk), dan mereka yang alkoholisme (peminum alkohol berat).

Dari riwayat seseorang yang mengidap cirrhosis akan terungkap apa penyebab cirrhosis-nya. Peminum jamu rumahan dulu terkena kerusakan hati oleh aflatoxin karena bahan pembuat jamunya sudah tidak lagi segar. Kacang tanah kita misalnya pernah ditolak Jepang lantaran sudah berjamur. Cara simpan bahan kacang-kacangan, umbi-umbian, padi-padian yang tidak benar, akan menumbuhkan jamur khusus yang memproduksi aflatoxin. Maka, kalau makan kacang terasa busuk, jangan teruskan menelannya. Jamu dari bahan yang sudah tercemar jamur umumnya berubah rasanya. Bertahun-tahun tubuh tercemar aflatoxin yang akan merusak hati.

Pak Pram mengaku rajin minum jamu rumahan sejak muda. Ia juga cenderung memilih jamu dari Korea dan China. Sangat bisa jadi itu penyebab kenapa hatinya menjadi rusak, dan kini didiagnosis cirrhosis. Sedang Tuan Iwan tidak jelas kenapa hatinya sampai rusak begitu. Hasil pemeriksaan biopsi hatinya tidak memperlihatkan adanya kelainan bawaan. Kemungkinan penyebab yang masih tersisa tinggal sebab alkohol.

Diendus dari pemeriksaan laboratorium
Ya, organ hati paling tangguh beradaptasi dengan kerusakan yang dialami. Itu maka sebelum sebagian besar organ mengalami kerusakan, keluhan belum terasa, dan gejalanya pun tidak jelas. Seperti itu yang diungkap kedua pasien di atas. Sama-sama tidak merasakan adanya keluhan yang berarti sehubungan dengan organ hatinya yang seolah-olah mendadak rusak.

Pak Pram mengaku hanya suka mual-mual saja. Tuan Iwan mengaku seperti sakit maag belaka. Kadang-kadang saja tidak enak di perut kanan atas. Selagi mengemudi mobil sendiri, misalnya, terasa ada yang mengganjal di perut kanan atas. Lebih dari itu tidak ada petunjuk nyata kalau sebetulnya sudah bertahun-tahun, mungkin lebih sepuluh tahun berselang, hatinya sudah tidak normal.

Semua teman dekat menyalahkan kenapa hati sudah sampai rusak begitu tidak sampai disadari. Bahkan sudah sampai muntah darah, baru sadar kalau ada yang tidak beres di hatinya. Dan, memang seperti itu kondisi kebanyakan orang dengan hati yang mengalami kerusakan.

Selagi masih ringan dan baru tahap permulaan sama sekali tidak ada keluhan apalagi gejala yang nyata. Mungkin hanya seperti pasien penyakit mag belaka. Keluhan mag biasanya diabaikan, karena dianggap penyakit enteng dan bisa menyembuh sendiri.

Itu maka harus dipandang penting pemeriksaan laboratorium fungsi hati secara berkala. Di luar kemungkinan gangguan lambung, keluhan samar-samar penyakit dan kerusakan hati hanya bisa diendus oleh pemeriksaan darah laboratorium. Dengan membaca fungsi hati dari darah akan terungkap sudah seperti apa kondisi hati. SGPT dan SGOT yang meninggi menggambarkan kondisi fungsi hati yang bermasalah.

Baru kalau dokter mencurigai ada apa-apa dengan hati perlu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan laboratorium hati yang lebih menjurus. Misal memeriksa Gamma-GT dan Alpha-Feto Protein. Bila hasil kedua-duanya positif lebih memastikan kemungkinan sudah ada kerusakan hati cirrhosis, walau kemungkinan kanker hati belum bisa disingkirkan.

Kepastian apa persis yang terjadi pada hati, tentu hanya bisa terungkap dari hasil pemeriksaan biopsi dan kemudian melihat patologi-anatomi jaringan yang diambil dari hati. Dari situ baru dapat dipastikan apa jenis penyakit dan kerusakan hatinya.

Kedua pasien di atas jelas tak pernah memeriksakan laboratorium fungsi hati. Padahal, proses penyakit hatinya sudah berlangsung bertahun-tahun sebelum komplikasinya muncul sebagai muntah darah. Kenapa muntah darah?

Bendungan pembuluh darah hati
Gejala muntah darah hanya salah satu saja komplikasi bila kerusakan hati sudah sedemikian meluas. Oleh karena jaringan hati berubah, maka darah yang mengalir memasuki hati mengalami hambatan.

Kita tahu darah yang menuju ke hati berasal dari usus selain dari limpa. Bila di dalam organ hati darah tidak bisa mengalir dengan lancar karena pembuluh darahnya sudah mengalami perubahan sehubungan dengan kerusakan hati, maka darah terbendung pada seluruh saluran yang menuju dan keluar dari hati.

Bendungan darah menimbulkan pelebaran pipa pembuluh darah yang terkait dengan saluran darah yang menuju maupun yang keluar dari hati (sistem portal). Pipa pembuluh darah akan terus melebar sampai pada titik pelebaran tertentu, lalu akan tiba saatnya pecah. Salah satunya pembuluh darah yang berada pada dinding kerongkongan leher (oesophagus).

Pecahnya pembuluh darah oesophagus yang sudah berusaha melebar maksimal itulah yang menimbulkan gejala muntah darah. Ini kondisi gawat darurat, karena perlu segera ditanggulangi agar darah tidak terus terbuang.

Perlu tindakan penekanan di daerah pecahnya pembuluh darah (tamponade), selain memberikan infus obat yang mengendurkan tekanan pembuluh darah hati yang meninggi akibat adanya bendungan darah di dalam hati (portal hypertensiori).

Tindakan selanjutnya, organ limpa sebagai organ pemasok darah menuju hati, perlu dikorbankan untuk dibuang, agar sumber curahan darah yang memasuki hati berkurang, dan tekanan pembuluh darah hati lebih mengendur, sehingga risiko pecahnya pembuluh darah lain bisa diredam.

Transplantasi hati
Apakah dengan sudah teratasinya kondisi muntah darahnya, persoalannya sudah selesai? Belum. Karena selama kondisi hatinya masih tidak mampu mengalirkan darah yang melaluinya agar bisa lancar, kemungkinan terjadi muntah darah berisiko berulang, atau pecahnya pembuluh darah lainnya di dalam pencernaan, tidak terelakkan.

Organ hati yang sebagian besar sudah rusak harus diganti, karena tidak mungkin mengharapkan bisa pulih kembali seperti sediakala. Untuk itu diperlukan transplantasi hati. Organ hatinya diganti dari donor.

Tergantung seberapa besar kerusakan, penggantian organ hati bisa hanya sebagian (dari donor hidup) dengan meminta sebagian hatinya, atau harus menggantinya seluruhnya (dari donor mati).

Selama organ hatinya belum diganti, bukan saja ancaman pecahnya pembuluh darah yang menuju dan keluar dari hati yang akan bermasalah, melainkan fungsi hati yang terus menurun juga berdampak pada kondisi tubuh lainnya.

Pasien bisa sampai koma, selain melemah akibat sudah sangat menurunnya fungsi hati. Tungkai dan perut membengkak oleh terbendungnya cairan (oedema), karena protein penahan cairan yang diproduksi hati sudah menurun.

Bendungan empedu menimbulkan gejala kuning tak ubahnya penyakit kuning. Bisa juga menjalar pada ginjal, pencernaan, dan akhirnya menimbulkan koma karena tubuh sudah keracunan akibat fungsi hati yang sudah sangat buruk (coma hepaticum).