Haruskah Langsung Punya Momongan?


Apakah Anda termasuk dalam kategori perempuan yang ingin cepat menikah? Bertemu dengan calon suami dan dalam kurun waktu 6 bulan memutuskan untuk menikah? Jangan takut untuk melangkah, bila itu memang sudah menjadi kesepakatan Anda. Namun ada hal-hal yang harus Anda dan pasangan sepakati sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.

Berikut adalah beberapa hal yang harus disepakati bersama sebelum menikah, menurut Ir Bambang Syumanjaya, MM MBA, Enter-Trainer, Family, and Business Consultant.

1. Waktu untuk lebih mengenal dan menerima pasangan
Setelah menikah tak usah memaksakan diri untuk langsung memiliki anak. Bila Anda langsung dikaruniai anugerah ini, syukurilah. Begitu pula jika Anda berdua memang sudah sepakat untuk langsung mempunyai anak. Bila tidak, luangkan waktu yang ada untuk saling mengenal dan mendalami sifat dan karakter pasangan.

Setelah menikah, sifat asli pasangan akan terlihat. Anda akan terkejut betapa si dia ternyata memiliki sisi-sisi yang tak Anda kenal sebelumnya. Bahkan caranya mengawali hari, misalnya bagaimana ia begitu susah dibangunkan atau enggan sarapan, bisa membuat pengantin baru terkaget-kaget. Perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan pasangan. Jadi, nikmati saja dulu tahapan ini.

2. Tidak ada privasi total atau rahasia
Memang setiap orang punya hal-hal yang tidak di-share dengan pasangan. Tetapi hal ini bukan berarti Anda atau pasangan Anda boleh merahasiakan segala hal dari pasangan. Apalagi jika hal itu menyangkut rumah tangga.

Contohnya, Anda tidak menceritakan bahwa Anda sering berhutang untuk menutup kebutuhan rumah tangga. Atau, suami ingin punya suatu ruangan di rumah yang Anda dan anggota keluarga lainnya tidak diperbolehkan untuk masuk.

''Setiap orang ingin punya waktu untuk sendiri, termasuk juga diri Anda. Tetapi kalau dalam rumah sendiri Anda punya ruangan yang tidak boleh dimasuki orang lain, hal ini menjadi amat ganjil,'' ujar Bambang.

3. Menghindari "medan perang"
Pernikahan adalah proses belajar dan pembentukan karakter kedua pasangan. Dalam proses tersebut pasti ada gesekan, konflik, dan percikan masalah.

Ketika berumah tangga, masalah yang sebelumnya tidak ada bisa muncul. Contohnya, saat pacaran Anda dan pasangan punya waktu tetap untuk bersantai keluar kota atau sekadar menonton dan makan malam. Namun setelah menikah, kebutuhan ini bukan lagi prioritas. Jika Anda memaksakan maka Anda akan menyulut medan perang alias pertengkaran.

Hal-hal kecil seperti ini menurut Bambang seringkali jadi sebab kehancuran pernikahan. Di satu sisi perempuan merasa terabaikan dan kurang diperhatikan, sementara suami merasa kalau hal-hal seperti itu tidak lagi harus dilakukan.(Kompas,Rabu, 28/4/2010 )