Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan vasektomi, metode kontrasepsi bagi pria, sebaiknya disikapi secara bijak dan tidak terburu-buru menilai. Vasektomi sebenarnya aman dan sama sekali tidak melanggar hak-hak pria. Lagi pula, metode ini tidak bersifat permanen.
Demikian disampaikan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DIY Arkandini di sela-sela Pertemuan Koordinasi Ikatan Penulis KB (IPKB), Selasa (10/3), menanggapi fatwa MUI yang dikeluarkan Bulan Februari lalu.
"Kami sudah mengundang dokter-dokter, tokoh masyarakat, dan tokoh agama di Yogyakarta untuk membicarakan hal itu," ujarnya. Menurut dia, ada sedikit kesalahpahaman mengenai vasektomi yang sebenarnya tidak perlu muncul.
Vasektomi merupakan metode kontrasepsi bagi pria selain kondom. Vasektomi yang dilakukan dengan tanpa operasi ini dilakukan dengan mengikat saluran sperma. Namun, pengikatan ini tidak bersifat permanen, alias bisa dilepas seperti semula.
"Pria yang divasektomi tetap bisa ejakulasi normal kala berhubungan. Namun, yang keluar adalah cairan non-sperma sehingga tidak menyebabkan kehamilan," jelas Rodhiana, staf Seksi Advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi BKKBN DIY.
Herry Sudiyati, Kepala Seksi Advokasi dan Komunikasi Informasi Edukasi BKKBN DIY, menuturkan, dari data per Desember 2008 terdata 2.285 akseptor KB pria (atau 67 persen dari total 3.406 orang), baik yang menggunakan kondom, maupun kontrasepsi. Dari 2.285 orang tadi, pria pengguna vasektomi sekitar 80 persen.
Arie Giyarto, Ketua IPKB DIY, menegaskan bahwa sepanjang vasektomi dilakukan sesuai koridor dan aturan medis, hal itu tak ada masalah. "Program KB harus terus digencarkan dan pria pun bisa turut serta menjadi akseptor," ujar Arie dalam acara yang sekaligus pengenalan logo baru KB itu.
Agus Nurudin, Wakil Ketua IPKB DIY, menambahkan, hal yang memprihatinkan saat ini adalah sebagaian masyarakat malah tidak tahu bahwa KB masih ada. "Itu masih sering kami jumpai," ujarnya.(Kompas,Selasa, 10 Maret 2009)