Astaxanthin, Atasi Kelelahan, Kerusakan Sel dan Peradangan Otot


Seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat akan hidup sehat, ilmu pengetahuan tentang anti penuaan terus berkembang. Berbagai usaha dilakukan orang untuk menunda proses penuaan. Orang ingin berumur panjang tetapi tetap sehat dan mempunyai kualitas hidup yang baik dalam menjalani hari tuanya.

Ilmu anti penuaan terus berkembang dengan berbagai penelitian yang semuanya ditujukan untuk mendalami tentang proses penuaan dan mencari pengetahuan tentang cara mengatasi dan memperlambat proses penuaan tersebut, yaitu mencegah penyakit, kesakitan, ketidakmampuan dan keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Ada 4 prinsip teori proses penuaan yaitu teori “ wear and tear “, teori neuro endokrin, teori kontrol genetik dan teori radikal bebas. Sampai saat ini diyakini ada 5 pilar ilmu anti penuaan yaitu : diet, nutrisi, suplementasi, olah raga, dan terapi sulih hormon. Olah raga atau pelatihan merupakan pertahanan pertama melawan proses penuaan. Dengan berolah raga fungsi tubuh dapat dipertahankan dan ditingkatkan walaupun umur bertambah tua (Goldman, 2007).

Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor resiko terhadap penyakit kardiovaskular, dan sejumlah penyakit kronik lainnya termasuk kencing manis, kanker (usus dan payudara), obesitas, hipertensi, kelainan tulang dan sendi (osteoporosis dan keradangan sendi), dan depresi. Mortalitas karena penyakit kardiovaskular dan kanker yang lebih rendah pada kelompok dengan pelatihan intensif, dan terjadi peningkatan resiko pada grup dengan aktivitas fisik rendah. Kebugaran fisik yang lebih tinggi menunda semua penyebab mortalitas primer yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan kanker (Darren dkk, 2006). Namun banyak orang tidak memahami cara berolahraga yang baik untuk kesehatan. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah overtraining.

Overtraining terjadi bila volume dan intensitas pelatihan melebihi kapasitas pemulihan tubuh yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan kebugaran. Hal ini sering terjadi pada orang yang banyak melakukan olah raga endurans. Overtraining juga bisa menyebabkan kerusakan otot yang biasanya terjadi pada orang yang jarang melakukan olah raga, terutama jika yang melibatkan otot besar dan gerakan pelenturan otot (Clarkson dan Hubal, 2002). Olahraga yang bertujuan memperpanjang hidup dan kesehatan adalah aktivitas fisik yang dilakukan dengan semangat dan memenuhi syarat tertentu, tetapi bukanlah aktivitas yang berlebihan, bukan pula yang bersifat kompetitif tinggi dan dengan penyalahgunaan (Pangkahila, 2007).

Penggunaan otot yang berlebihan pada keadaan overtraining atau cidera otot dapat mengakibatkan respon peradangan (inflamasi) di mana terjadi invasi neutrofil yang diikuti dengan makrofag. Proses inflamasi ini terjadi juga pada mekanisme perbaikan, regenerasi dan pertumbuhan otot yang menyebabkan aktivasi dan proliferasi dari sel satelit, diikuti dengan diferensiasi akhir. Akhir-akhir ini mulai dilakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara fungsi sel inflamasi dan kerusakan otot dan perbaikan otot dengan menggunakan tikus, hilangnya antibodi dari kumpulan sel inflamasi spesifik, atau terjadinya inflamasi pada otot setelah cidera (Clarkson dan Hubal, 2002).

Berdasarkan teori kemungkinan terjadinya kerusakan otot pada keadaan overtraining yang disebabkan penumpukan radikal bebas, maka dibutuhkan asupan antioksidan untuk mencegah kerusakan otot tersebut.

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki electron tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk di dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-macam faktor. Pada proses metabolisme sering kali terjadi kebocoran elektron. Dalam kondisi demikian, mudah sekali terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil, dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas, misalnya, hidrogen peroksida (H2O2), ozon, dan lain-lain. Kedua kelompok senyawa tersebut sering diistilahkan sebagai Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) atau Reactive Oxygen Species (ROS) (Iorio,2007).

Anti oksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini mempunyai berat molekul kecil, tetapi mampu mengaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Iorio, 2007).

Ada banyak macam antioksidan di antaranya: vitamin E, vitamin C, carotenoid, polyphenols, flavonoids,dan yang lainnya. Astaxanthin adalah salah satu kelompok pigmen natural dari karotenoid. Di alam karotenoid dihasilkan sebagian besar oleh tanaman dan golongan mikroskopiknya yaitu mikroalgae. Astaxanthin terbanyak dihasilkan oleh suatu mikroalgae Haematococcus pluvialis. Sumber lain adalah hasil fermentasi ragi merah muda Xanthophyllomyces dendrorhous atau ekstrak dari produk pigmen seperti udang Antarctic Krill (Euphausia superba). Selain dari alam astaxanthin juga dapat dihasilkan sintetis kimia, dan banyak digunakan sebagai makanan ikan. Astaxanthin memiliki molekul yang sama dengan famili karotenoid beta-karoten, tetapi sangat berbeda pada struktur kimia dan biologi. Astaxanthin menunjukkan potensi antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan beta-karoten pada penelitian di laboratorium (Cysewski dan Lorenz,2000).

Dalam penelitian Ikeuchi dkk (2006), dilakukan penelitian dengan menggunakan dosis astaxanthin 1,2 mg/kg BB pada tikus, di mana terjadi peningkatan waktu renang sebelum terjadi kelelahan dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan penelitian tersebut, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan astaxanthin dengan dosis yang sama, apakah juga dapat mencegah kerusakan otot yang disebabkan overtraining. Hasil penelitiannya adalah  tikus yang diberi pelatihan maksimal (overtraining) setiap hari dan pemberian astaxanthin 1,2 mg/kgBB pada tikus yang mengalami pelatihan maksimal (overtraining) setiap hari selama 30 hari, didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Terjadi nekrosis (kematian dini suatu sel pada jaringan hidup) dan peradangan pada m. gastrocnemius tikus yang mengalami overtraining . 2. Pemberian astaxanthin dengan dosis 1,2 mg/kgBB setiap hari selama 30 hari mencegah terjadinya nekrosis dan peradangan jaringan otot pada tikus yang mengalami overtraining.

Penelitian ini menunjukkan bahwa Astaxanthin sebagai antioksidan yang sangat kuat yang dapat melindungi kerusakan atau kematian dini sel (nekrosis) dan mencegah peradanagan jaringan serta meningkatkan ketahanan fisik.

(dikutip dari RISTIE DARMAWAN dalam ASTAXANTHIN MENCEGAH EFEK NEKROSIS DAN PERADANGAN OTOT PADA TIKUS YANG MENGALAMI OVERTRAINING, Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, 2012)


Saat Kecantikan Kulit Menjadi Prioritas, Pureasta Merawatnya Tanpa Batas! Kapsul suplemen pemulihan kerusakan sel tubuh akibat radikal bebas, menyehatkan kulit, mencegah penuaan kulit dan mengurangi kulit keriput