"Jangan Ah Sayang, Ada Si Kecil Tuh!"


 Mesra di depan anak boleh aja, asal tidak terkesan erotis....

Kemesraan bukan hanya milik pengantin baru. Pasangan yang sudah tahunan menikah pun tetap butuh suasana hangat dan saling menyayangi (baca mesra). Sebab, kemesraan ibarat oase di tengah gurun pasir yang dapat menjaga hubungan Anda dan pasangan tetap segar meski dihadapkan pada setumpuk beban kehidupan sehari-hari.

Soal ungkapan kasih sayang bisa dilakukan dengan berbagai cara. Masing-masing suami-istri tentu memiliki tradisi sendiri-sendiri. Yang paling umum adalah mencium pipi atau dahi, merangkul, memeluk, bergelayut di pundak, menumpangkan tangan di lengan saat menonton TV, atau sekadar mengusap-usap punggungnya. Memanggil pasangan dengan sebutan khas seperti "Yang" atau "Cinta" juga dapat tetap menyuburkan benih-benih kemesraan. Tak perlu malu-malu atau gengsi dong! Justru dengan sikap seperti itu, pasangan jadi senang serta suasana makin akrab dan hangat.

Tak perlu vulgar

Bagaimana bila ingin mesra-mesraan tetapi ada si kecil? Sebenarnya tak masalah kok. Justru dengan begitu anak belajar bagaimana mengungkapkan rasa sayang pada ayah-ibu serta anggota keluarga lainnya. Lewat suasana mesra, anak pun belajar memahami kehangatan cinta kasih dari kehidupan pernikahan kedua orangtuanya.

Hanya memang, ada rambu-rambu yang perlu dipatuhi. Yang pasti jangan sampai ungkapan sayang tadi mencerminkan adanya gairah yang tengah memuncak. Umpamanya, tak sadar Anda dan pasangan berciuman bibir hingga terkesan erotis atau justru adegan ranjang Anda dan pasangan dipergoki si kecil.

Dampak menyaksikan mesra-mesraan yang berlebihan bagi si kecil tak bisa dibilang ringan. Misalnya, anak bisa menganggap berciuman bibir (yang hot sekalipun) merupakan hal lumrah dilakukan di mana saja dan dengan siapa saja. Bukan tidak mungkin, rekaman adegan mesra tadi bisa-bisa dilakukan pada teman-temannya tanpa malu dan merasa bersalah. Atau pada kasus yang lebih vulgar, ­ Anda tepergok sedang berhubungan intim dengan pasangan. Ada kemungkinan dalam benak anak terbentuk persepsi. "Jangan-jangan, Ayah telah menyakiti Bunda!"

Persepsi ini diambil karena dalam benaknya, ayahnya telah bersikap "agresif" dan menyakiti bundanya. Efeknya, ia bisa marah pada ayahnya. Atau anak selalu merasa tidak nyaman bila kedua orangtuanya tampak berduaan atau mesra-mesraan meskipun sekadar pelukan.

Beri penjelasan

Apa yang perlu dilakukan saat anak memergoki adegan mesra tadi? Bagi anak yang kemampuan verbalnya sudah berkembang, usia prasekolah atau sekolah, dia bisa saja bertanya tentang adegan yang dilihatnya itu. Tak perlu gelagapan. Usahakan untuk mengetahui apa yang ada dalam benaknya. Misalnya dengan balik bertanya, "Memangnya apa yang kamu lihat?" Atau, "Menurut kamu Ayah-Ibu memangnya sedang apa?"

Boleh jadi, lontaran pertanyaan itu tak dapat dijawab anak. Atau dia sendiri bingung bagaimana menjawabnya. Nah, barulah beri penjelasan misalnya, "Itu sebagai tanda ayah dan ibu saling menyayangi." Untuk anak usia sekolah, diperlukan penjelasan lanjutan, misalnya, "Hal itu hanya boleh dilakukan orang-orang yang sudah menikah, seperti Ayah dan Ibu. Pernikahan antara Ayah dan Ibu dilakukan karena adanya saling sayang. Nah, apa yang kamu lihat itu, salah satu cara Ayah menunjukkan rasa sayang pada Ibu." Begitu kira-kira. Jadi, selain meluruskan persepsi yang negatif, hal itu sekaligus memberikan pendidikan seks kepada anak.

Pendidikan seks memang semestinya disesuaikan dengan perkembangan usia si kecil. Saat anak sudah mengerti perbedaan jenis kelamin, kenalkan ia tentang alat reproduksi. Jangan gunakan kata-kata kiasan seperti "burung" untuk alat kelamin pria. Akan lebih baik bila kita memberikan sebutan yang benar. Contoh lain, para ibu harus berbagi cerita mengenai pengalaman pribadinya kepada si upik, termasuk saat pertama kali mendapat haid serta bagaimana perasaannya. Singkatnya, apa pun yang ingin diketahui anak tentang seks, harus dijawab agar keingintahuannya terpenuhi dengan benar.

Hal kecil lain yang tak kalah penting berkaitan dengan mesra-mesraan ini, sebaiknya ruang tidur anak dan Anda terpisah. Juga ajari anak untuk terlebih dulu mengetuk pintu setiap akan masuk kamar orangtua. Jangan lupa mengunci pintu kalau sedang ingin berdua-duaan dengan pasangan. Intinya, perlu ada kehati-hatian sebelum melangsungkan percumbuan yang melibatkan gairah seksual. (NAKITA, Kompas,Sabtu, 31/10/2009)