Jalan Terjal Pernikahan


Tak sedikit orang beranggapan, pernikahan adalah jalan menuju kebahagiaan. Kenyataannya, menyatukan dua kepala tidaklah mudah.

Rasa percaya diri perlahan memudar dalam diri Virgie (33) setelah memutuskan untuk mengakhiri pernikahannya dengan Bobby (39).

Ketika mengingat masa tujuh tahun pernikahannya, Virgie berulang kali menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab tidak langsung hancurnya pernikahan yang ia bangun.

”Mungkin saya terlalu memanjakan suami sehingga ia keenakan dan tidak mau berjuang untuk keluarga,” kata Virgie. Virgie merintis karier di dunia kreatif. Beberapa kali ia pernah duduk di jabatan manajer sebuah perusahaan swasta di Jakarta.

Pencapaian itu justru membuat Virgie miris. Ia merasa tidak diimbangi suaminya yang hanya mengandalkan pemasukan dari mengajar les di sekolah musik.

Di mata Virgie, suaminya punya banyak potensi dan waktu luang yang secara logika mampu dimanfaatkan untuk menambah penghasilan keluarga. Namun, Bobby kelihatan asyik dengan dunianya sendiri. Ia seperti tak sadar memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga.

Virgie lambat laun lelah berjuang sendirian membangun rumah tangga. ”Secara ekonomi saya ingin maju. Masak sejak menikah menumpang terus pada orangtua,” ungkap Virge yang akhirnya bisa membeli rumah, mobil, dan memenuhi kebutuhan anak tunggalnya dengan uang sendiri.

Kekecewaan yang dipendam Virgie merambat pada hal-hal lain, seperti merasa kurang diperhatikan suami hingga suami egois jika sudah menyangkut urusan hubungan intim. Ia juga tidak merasa dilindungi karena ia tidak bisa berbagi keluh kesah dan kerisauannya pada suami. Bila ia mengeluh capek bekerja atau khawatir soal masa depan anak, suami malah menganggap keluhannya itu sebagai tuntutan.

”Dua tahun saya mencoba mengerti dia. Tetapi lama-lama saya kehilangan rasa,” ungkap Virgie.

Demi anak
Tidak seperti Virgie, Satriawan atau Awan (42) memilih mempertahankan perkawinannya. Meski ia sudah kehilangan gairah dalam pernikahannya, Awan tak mau menceraikan istrinya karena khawatir akan memengaruhi kondisi psikologis Raka (8), anak semata wayangnya.

Awan trauma karena masa kecilnya dilalui dengan sedih berkepanjangan setelah ibunya bercerai dengan ayahnya. Awan yang tinggal dengan ayahnya merasa sangat kehilangan ibunya. ”Sementara saya tetap akan bersama istri saya. Tidak tahu nanti kalau Raka sudah besar dan tidak lagi lengket dengan ibunya,” kata Awan yang menikahi Ratri (39) sepuluh tahun lalu, dan mereka kini tinggal di Surabaya, Jawa Timur.

Pernikahan Awan mulai dingin sekitar lima tahun lalu. Awan dan Ratri menikah dengan latar belakang agama yang berbeda. Semula Awan tidak pernah mempersoalkan perbedaan itu karena Ratri juga bisa menerima Awan dan keluarganya.

Namun, belakangan, Ratri dinilai Awan berubah. Ia tidak lagi menghormati orangtua Awan dan mulai bersikap ekstrem. Ratri menolak berkunjung ke keluarga Awan di Solo, Jawa Tengah. Ratri juga tidak membolehkan Raka mengucapkan selamat kepada orangtua Awan yang merayakan hari raya yang berbeda, dan banyak hal lain yang membuat Awan merasa orangtuanya tidak dihargai.

Awan yang masih tinggal dengan mertuanya juga merasa orangtua Ratri itu ikut mengatur kehidupan rumah tangganya. Ketika Awan ingin membeli rumah sendiri, misalnya, yang heboh justru orangtua Ratri. Mereka ikut menentukan lokasi yang dianggap layak sebagai tempat tinggal Awan dan Ratri. ”Yang membuat saya kecewa, Ratri seperti membiarkan orangtuanya ikut campur urusan kami,” tutur Awan.

Untuk menghindari istrinya, Awan menenggelamkan diri pada pekerjaan. Dari pagi ia bekerja sampai larut malam. Di rumah, ia juga lebih banyak menghabiskan waktu di kamar bersama Raka. Belakangan Awan mulai dekat dengan perempuan muda yang menjadi kolega kerjanya.

Mengecoh
Masa pacaran biasanya dianggap sebagai masa penjajakan untuk mengenal pasangan. Namun, kenyataannya, tidak semua orang bisa memanfaatkan momen ini untuk mengenal lebih dalam latar belakang dan keluarga calon pasangan hidup.

Rasa cinta dan kekaguman sering kali membuat orang terkecoh dengan ”penampilan luar” pasangannya. ”Dulu Bobby itu sangat romantis. Kami sering main piano bersama waktu pacaran. Dia juga terjun sebagai aktivis di kampusnya,” kata Virgie.

Setelah diingat-ingat kembali, Virgie memang belum pernah melihat suaminya berada dalam posisi kepepet. Ketika pacaran dulu, Virgie lebih banyak mengeluarkan uang untuk dipakai bersama karena ia tahu Bobby tidak punya banyak uang. Begitu menikah, penghasilan Virgie juga tiga kali lipat lebih besar dari suaminya.

Jalan perpisahan yang dipilih Virgie tak urung membuat ia terpukul. Berat badannya terus naik hingga mencapai 20 kilogram selama beberapa tahun belakangan. Selain kehilangan rasa percaya diri, ia juga belum bisa menerima kenyataan bahwa pernikahannya hancur dan anaknya yang berusia tujuh tahun ikut dengan mantan suaminya.

Baik Awan maupun Virgie tidak pernah menyangka pernikahan mereka berujung pedih meski mereka mengaku sudah berupaya menyelamatkannya.

Ketika merasa pernikahannya bermasalah, Virgie mengajak Bobby berkonsultasi dengan penasihat perkawinan, namun usul itu ditolak suaminya. Dan sewaktu cerai menjadi putusan, Bobby baru sadar bahwa istrinya tidak bahagia. Namun, semua itu sudah terlambat.(Kompas,Minggu, 4/4/2010)