Perempuan Risih Membahas Vagina-nya

Bahkan perempuan di negara maju pun masih belum memiliki pengetahuan mendalam mengenai kesehatan reproduksinya. Sama seperti di Indonesia, pembicaraan mengenai hal ini masih dianggap tabu.

Sebuah survei yang diikuti oleh 1.607 perempuan usia 14-35 tahun di Amerika dan Canada, menunjukkan fakta menarik tentang reproduksi. Lebih dari 56 persen mengasosiasikan kesehatan vagina dengan seks, dan hanya 2 dari 5 perempuan (43 persen) mengaitkan hal tersebut dengan kehamilan atau kesuburan. Sebanyak 27 persen perempuan mengaku tidak tahu apa yang sedang terjadi ketika mendapatkan haid pertamanya, dan 37 persen yakin bahwa tampon bisa "hilang" di dalam vagina.

Survei yang digelar oleh Kotex, produk pembalut wanita ini, juga mendapati bahwa masih banyak perempuan yang merasa malu membahas kesehatan vagina. Hasil studi yang ditulis oleh Nancy Redd, penulis buku Body Drama, Dr Tomi-Ann Roberts, PhD, dan Dr Aliza Lifshitz, MD, menyebutkan, masalah seputar vagina tersebut antara lain mengenai menstruasi, kanker rahim, hingga penyakit menular seksual.

Mayoritas perempuan yang disurvei percaya bahwa topik semacam ini tak perlu dibicarakan, dan sekitar seperempatnya menganggap bahwa membicarakan topik seputar vagina berarti kelewat terbuka. Tidak mengherankan bila 60 persen dari perempuan lalu mencari informasi tersebut melalui internet (yang belum tentu benar), dan 30 persennya membahasnya bersama teman-teman. Ketika mendiskusikannya bersama teman-teman pun, perempuan cenderung memandangnya sebagai bahan jokes (59 persen). Bahkan, mereka akan menggunakan bahasa slang untuk menggantikan kata "vagina" (53 persen).

Padahal, masih menurut penelitian ini, rasa malu yang menjangkiti para perempuan tersebut (mengenai organ reproduksinya) berpengaruh terhadap cara perempuan memandang dirinya. Mereka yang keyakinan dirinya rendah cenderung menganggap vagina mereka buruk, dan merasa kotor saat masa menstruasi. Sebaliknya, perempuan yang cerdas dan tidak malu membicarakan topik seputar vagina cenderung memiliki citra tubuh yang positif, dan puas dengan kepercayaan diri mereka. Mereka juga puas dengan kemampuan untuk mengekspresikan diri mereka.

Meskipun demikian, para perempuan yang disurvei mengatakan remaja putri perlu diberi bekal lebih mendalam mengenai menstruasi dan kesehatan reproduksinya. Mereka juga menuntut gambaran yang lebih realistis mengenai pendidikan reproduksi. Iklan-iklan pembalut saja tidak pernah menyebut "vagina". Yang lebih lucu, menurut mereka, mengapa darah menstruasi selalu diperlihatkan berwarna biru?

(Sumber: Betty Confidential , Kompas,Kamis, 8/4/2010 )