Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Benjolan Pada Payudara



Semua benjolan yang tidak lazim ada di tubuh memang disebut tumor. Tapi perlu diingat, tumor tidak semuanya ganas ada pula yg jinak. Tipe tumor payudara jinak ada bermacam-macam:

1. Fibrokistik: dipengaruhi oleh naik-turunnya kadar hormon selama siklus haid. Biasanya terasa ada benjolan di kedua payudara yang besarnya bisa berubah-ubah dan sedikit nyeri tekan. Benjolan ini berasal dari saluran susu dan jaringan sekitar yang berubah akibat respon hormonal menjelang haid tiba. Bisa jadi ini yang sedang anda alami.

2. Kista sederhana. Disebut kista karena terdapat kantong berisi cairan, bisa terjadi di kedua payudara.

3. Fibroadenoma. Ini adalah jenis tumor jinak tersering. Benjolannya solid, berbentuk bulat seperti ‘karet’, berbatas tegas dan dapat digerakkan dari dasarnya. Biasanya tidak nyeri. Disebabkan oleh kelebihan pembentukan kelenjar susu dan jaringan sekitarnya. Paling sering terjadi pada rentang usia 20-30 tahun.

4. Papiloma intraduktal. Bentuknya seperti juluran di sekitar saluran susu dekat puting. Terjadi pada usia 45-50 dan kadang bisa memberi bercak darah keluar dari puting susu.

5. Nekrosis lemak akibat trauma. Terjadi bila adanya trauma (seperti kena tonjok) pada payudara, kadang perempuan yang mengalaminya bahkan sudah lupa. Jaringan lemak membentuk benjolan tunggal yang bulat, keras, dan tidak nyeri.

Tumor ganas payudara disebut kanker, yang umumnya berasal dari jaringan bagian dalam saluran susu (ductal carcinoma) atau kelenjarnya (lobular carcinoma). Gejala kanker payudara bervariasi, kadang tergantung lokasinya dan bagaimana seorang perempuan terbiasa ‘aware’ atau mawas diri. Adanya benjolan sangat mudah terdeteksi secara awal dengan istilah yang sekarang populer disebut “SADARI” (periksa payudara sendiri).

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pola makan dan prilaku gaya hidup sangat berhubungan erat dengan timbulnya kanker payudara. Termasuk kebiasaan minum alkohol, obesitas, merokok atau hidup dengan lingkungan perokok, radiasi, gangguan hormonal dan ritme kerja yang tidak teratur. Walaupun radiasi diagnostik (mamografi/ scanning/ Xray) sifatnya berdosis kecil, tapi efek kumulatif dapat menyebabkan kanker juga. Itu sebabnya untuk diagnostik saat ini cenderung digunakan metoda USG dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan biopsi jarum halus.

Perempuan dengan indeks massa tubuh (Body Mass Index) normal di usia 20 tahun namun mengalami pertambahan berat badan mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk kanker payudara paska menopause ketimbang mereka yang berhasil mempertahankan berat badannya.

Penggunaan terapi hormon untuk berbagai kepentingan seperti estrogen pun dapat menjurus terjadinya kanker payudara melalui mutasi genetik sel-selnya. Itu sebabnya skrining calon pengguna sangat ketat, khususnya di luar negri.

Besarnya tumor, stadium, kecepatan tumbuh dan beberapa karakter sel tumor menentukan jenis penanganannya. Itu sebabnya tiap perempuan dengan kanker payudara tidak bisa saling diperbandingkan. Begitu pula dengan prognosis (prediksi keberhasilan penanganan dan probabilitas bebas dari penyakit maupun progresivitas penyakitnya). Prognosis penting untuk keputusan penanganan, karena bila prognosisnya baik maka pasien biasanya ditawarkan jenis penanganan yang kurang invasif (hanya diambil benjolannya, atau pengobatan). Bila prognosis buruk maka dokter memberi anjuran untuk pengangkatan payudara dibarengi tindakan lain (kemoterapi, radiasi).

Sedangkan istilah survival rate adalah perhitungan tentang prakiraan bulan atau tahun 50% pasien bertahan hidup atau prosentase pasien yang masih bertahan hidup setelah 1, 5, 15 dan 20 tahun. Suatu penelitian pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa mereka yang dapat menurunkan risiko kanker ternyata melakukan pemantauan berat badan ideal, tidak mengonsumsi alkohol, secara fisik tetap aktif dan menyusui anak-anaknya.

Olahraga terbukti menurunkan risiko kanker payudara. Perempuan yang rutin bersepeda atau jalan pagi lebih dari 1 jam per hari mempunyai 15% lebih kecil risiko terkena kanker payudara. Alasan yang lebih besar di balik ini adalah karena olah raga dan gerak membuat manusia merasa lebih baik dan menjaga kestabilan berat badannya. Tapi hati-hati dengan kondisi saat berolahraga, tidaklah sehat jika bersepeda di kota yang sarat polusi.

Memahami penyakit, tidak bisa hanya sekedar mengamati satu kejadian terpisah yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor. Sel kanker tidak timbul begitu saja, sama seperti penyakit lainnya. Tidak ada ‘kecelakaan’ dalam perjalanan seseorang menderita suatu masalah kesehatan kecuali kecelakaan sungguhan. Sebelum manusia sadar ada yang tidak beres dalam tubuhnya, sebetulnya sudah terjadi banyak sekali perubahan sejak dari tingkat molekuler bahkan seluler. Ini hanya bisa nampak dengan pemindaian sito patologi anatomi, atau pemeriksaan sel yang bersangkutan di bawah mikroskop, pemeriksaan biokimia lab hingga akhirnya ada gangguan organ atau fungsi. Penderita setelah mencapai taraf sejauh ini baru merasa ‘ada yang tidak enak’ entah itu sakit kepala, perasaan pening, demam, tegang di tengkuk, kesemutan, mengeluarkan cairan yang tidak wajar, ada benjolan atau pembengkakan baik dengan nyeri atau tidak.

Perubahan tersebut sangatlah naif bila hanya kita anggap disebabkan oleh makanan dan minuman. Sel mempunyai kecerdasan seluler yang bereaksi tidak hanya pada urusan nutrisi jasmani, tapi juga perubahan yang terjadi di level yang sangat rendah, seperti level sub-atomik (atau level kuantum) dimana gelombang elektromagnetik memberi pengaruh yang besar. Gelombang elektromagnetik bukan hanya seperti yang kita pahami pada peralatan teknologi, tapi juga terdapat dalam pikiran, emosi, dan semua niatan yang kita miliki, termasuk doa.

Anda barangkali pernah melihat videonya Masaru Emoto, seorang ilmuwan Jepang yang membuktikan bahwa air saja bisa mempunyai perubahan bentuk molekul kristalnya bila dipaparkan pada berbagai situasi yang berbeda. Kristal air berasal dari sumber yang sama, memberi bentuk segi enam yang begitu indah pada paparan musik yang tenang, atau kata-kata tentang kebaikan. Tapi bentuknya menjadi pecah berantakan pada paparan musik hingar bingar atau kata-kata ancaman, amarah dan tentang kezaliman. Bukan suatu kebetulan bahwa isi sel/sitoplasma adalah cairan yang juga terdiri dari air.

Tubuh yang mendapat ‘tikaman’ paparan begitu seringnya secara emosional akhirnya rentan juga. Itulah salah satu penjelasan sederhana mengapa stres dan tekanan hidup menghasilkan penyakit. Dengan kata lain: perubahan morfologi/bentuk sel dan kanker adalah yang jenis paling ‘favorit’. Dalam menentukan keganasan kanker, dikenal istilah ‘diferensiasi sel’ – artinya seberapa melenceng sudah sel keluar dari bentuk semestinya pada proses pembelahan dan pematangan sel tersebut. Semakin amburadul, maka disebut ‘berdiferensiasi buruk’. Sekali pun sel kanker masih belum menyebar, tapi jenis yang berdiferensiasi buruk mempunyai prognosa (harapan sembuh) yang tidak baik. Awam barangkali lebih familier dengan kata ‘stadium’, yang ditentukan berdasarkan peng-kriteria-an besarnya benjolan/ tumor (T), apakah ada pembesaran kelenjar getah bening/ nodules dan berapa banyak (N), serta apakah sudah ada anak sebar/ metastase (M) di tempat lain di luar asal tumor.