Ini Beda Gejala Chikungunya dan DBD


Di musim penghujan, penyebaran penyakit yang disebabkan infeksi bakteri atau virus perlu diwaspadai. Misalnya saja penyakit demam berdarah dan chikungunya. Kedua penyakit ini dibawa oleh nyamuk siang, yakni Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Baik chikungunya atau DBD sama-sama diawali dengan demam. Meskipun berasal dari nyamuk yang sama, chikungunya dan DBD memiliki gejala serta penanganan yang berbeda.

Chikungunya berasal dari virus chikungunya, sedangkan DBD berasal dari virus dengue. Namun virus dengue terdiri dari empat jenis yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4.

Serangan chikungunya diawali dengan gejala pusing, meriang, demam, bintik-bintik merah pada kulit, dan mual. Selanjutnya, penderita merasa nyeri pada persendian sehingga merasa tidak dapat bergerak. Sebagian warga menganggap mereka mengalami lumpuh sementara dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Biasanya rasa nyeri menyerang sendi lutut, pergelangan, jari kaki, tangan, dan tulang belakang. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian. Karena disebabkan oleh virus, biasanya setelah 7 hari penderitanya sembuh, tetapi bergantung juga pada daya tahan tubuh pasien.

"Kebanyakan orang akan menjadi lebih baik dalam waktu sekitar seminggu," kata spesialis penyakit menular, Amesh Adalja.

Tidak ada vaksin atau obat khusus untuk chikungunya. Penderita cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di toko obat.

DBD

Berbeda dengan chikungunya, penderita DBD akan mengalami siklus yang terbagi dalam tiga fase. Tiga fase tersebut ialah fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan. Siklus dengan pola menyerupai pelana kuda ini patut diperhatikan dalam penanganannya.

Fase demam dimulai sejak hari pertama hingga ketiga. Gejalanya ditandai dengan demam tinggi hingga 40-41° Celcius, sakit kepala, nyeri pada otot, tulang, dan sendi, serta nyeri di belakang mata. Penderita juga akan mengalami mual dan muntah, ruam pada kulit, hingga pendarahan kecil di gusi atau hidung.

Pada fase kritis, penderita akan mengalami penurunan suhu badan, tetapi di sinilah titik kritis DBD.  Dalam beberapa kasus, gejala memburuk dan dapat mengancam jiwa karena adanya syok dan perdarahan.

Terakhir, selama fase pemulihan, akan ada perbaikan klinis secara keseluruhan. Kondisi penderita akan mulai membaik, seperti suhu tubuh normal dan tubuh bisa kembali aktif.

Kedua penyakit ini membutuhkan penanganan yang tepat serta asupan cairan yang cukup. Khususnya bagi penderita DBD, cairan sangat dibutuhkan dalam menghadapi fase kritis